“Darahku Merah
Bukan Hitam” adalah sebuah film dokumenter yang disutradarai oleh Belo Tarran.
Film ini mengupas kembali tentang sejarah perjuangan masyarakat Toraja pada
tahun 1906-1917. Dimana ketika itu Belanda berangkat dari Luwu memasuki Toraja
melalui wilayah Balusu daerah kekuasaan Ne’ Matandung.
Terbunuhnya sang
misionaris Antoni Aris Van De Loostrecht atau lebih dikenal dengan peristiwa
Bori 1917 yang sangat kontraversi adalah cerita inti dari film tersebut. Motif
pembunuhan kepada sang misionaris itu telah menimbulkan berbagai multi tafsir
dikalangan masyarakat Toraja bahkan dalam kalangan Gereja. Kesimpangsiuran
berita, multi tafsir motif pembunuhan, ketidakjelasan dari berbagai pihak adalah
alasan bagi sang Sutradara untuk mengungkap kembali kisah ini dalam bentuk film
dengan harapan adanya persamaan persepsi dan penghargaan terhadap mereka yang
dibuang ke Nusakambangan, Bogor dan Tanah Merah Papua.
Penyelenggara Dan Deskripsi Kegiatan.
|
DR. Thomas Raya Tandisau' M.si
Ketua Kerukunan keluarga Balusu
membuka acara di Balla Tamalanrea |
|
Rana Dase membacakan puisi tentang Pong Maramba' di Balla Tamalanrea |
Geppmator adalah
sebuah organisasi pemuda dan Mahasiswa Toraja yang berkedudukan di Makassar
adalah penyelenggara pemutaran film ini dengan membentuk panitia sebagai
pelaksana teknis yang diketuai oleh Zakarias. Pemutaran Film ini diadakan
ditiga tempat yang berbeda yaitu Makassar (Balla Tamalanrea, 30 Nov 2012),
Makale (Hotel Puriartha, 06 Des 2012) dan Rantepao (Art Centre, 08 Des 2012).
Pemutaran perdana di Balla Tamalanrea dibuka oleh Ketua kerukunan Balusu DR.
Thomas Raya Tandisau’, M.si. Dalam sambutannya beliau menceritakan tentang
masuknya belanda di Toraja dan sejarah kapuangan (kebangsawanan) Ne’ Matandung di
Balusu serta beberapa rekan ne’ Matandung yang dibuang keluar Toraja. Penonton yang
turut hadir dalam pemutaran film ini dihadiri sekitar 200 orang. Pemutaran ini
diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu daerah
Marendeng Marampa’ yang dipandu oleh salah satu mahasiswi Toraja dari Unhas S.
Rahayu. Rana Dase adalah masyarakat Toraja yang juga banyak pengetahuan tentang
sejarah Toraja turut hadir dan membacakan puisi tentang sejarah Pong Maramba’
penguasa wilayah Kesu’ di Toraja.
|
Salah satu Pendeta dari Jemaat Balla Tamalanre juga ikut berkomentar |
|
Penonton Film di Balla Tamalanrea |
Pemutaran
selanjutnya dilaksanakan di Hotel Puriartha Makale pada tanggal 06 Des 2012
diawali juga dengan lagu Indonesia Raya dan lagu Marendeng Marampa’ serta
pembacaan puisi dari Rana Dase. Pemutaran Film di Makale dibuka oleh Bupati
Tana Toraja yang diwakili oleh asisten III Ibu Dice Kondorura. Dalam
sambutannya beliau mengatakan bahwa perlunya pemahaman sejarah bagi generasi
muda sebagai pelanjut pemegang tongkat estafet pembangunan, karna tanpa
pemahaman dan pengetahuan sejarah maka sulit untuk memajukan pendidikan yang
berbasis budaya, sementara sejarah daerah dan budayanya adalah kedua hal yang
tak bisa dipisahkan.
Dice Kondorura dalam sambutannya juga mengapresiasi
kegiatan ini dan mengharapkan Geppmator akan menciptakan program yang lebih
dinamis dan bernuansa akademis serta terus melakukan kerjasama dengan
pemerintah daerah. Sementara itu Frans Bore Sampe Padang sebagai ketua
Geppmator juga memberikan sambutan dan dalam sambutannya Frans mengatakan bahwa
pemda harus lebih aktif dan memberikan ruang bagi pemuda untuk menggali dan
mempelajari akan sejarah perjuangan masyarakat Toraja agar pemuda sebagai
generasi bangsa tidak terjebak pada sejarah yang keliru dan hilangnya jiwa
nasionalisme akibat kebutaan sejarah.
|
salah satu Mahasiswa darii STAKN Tana Toraja
memimpin doa pembukaan di hotel Puriartha Makale |
Pemutaran film
di Makale juga terlaksana atas kerjasama dengan KNPI Tana Toraja. Alexander
Patandean., S.pd selaku ketua KNPI Tana Toraja juga memberikan sambutan. Beliau
memberikan apresiasi kepada Geppmator selaku organisasi pemuda yang aktif
melakukan penggalian sejarah. Beliaupun mengatakan bahwa pembunuhan terhadap
Antoni Aris Van De Loostrecht adalah sebuah rentetan sejarah yang telah
mengubah kehidupan masyarakat Toraja.
|
Ketua KNPI Tana Toraja duduk berdampingan dengan
Asisten III Dice Kondorura |
Olehnya itu sejarah tak harus dilupakan
dan tetap menjadi sebuah kebanggan bagi Masyarakat Toraja sendiri. Harapan
beliau kiranya bukan Cuma Geppmator yang dapat bekerjasama dengan KNPI namun
juga ormas ormas pemuda yang lainnya dapat bersinergi dengan KNPI dalam
membangun karakter pemuda yang berkualitas.
|
Situasi lokasi Film 2 Jam sebelum pemutaran |
Pada tanggal 08
Desember 2012 di Art Centre Rantepao pemutaran film “Darahku Merah Bukan Hitam”
kembali digelar. Pemutaran film ini adalah pemutaran terakhir setelah di
Makassar dan Makale. Secara adat pemutaran dan diskusi ini dibuka oleh ketua
adat yaitu Barumbun dalam bentuk Ma’parapa’. Dalam kesempatan itu Barumbun
mengatakan dengan tegas bahwa kegiatan ini resmi secara adat karna diakhiri
dengan teriakan gemuruh “IYO” dari seluruh penonton yang hadir.
|
Beberapa pelajar SMU juga hadir di hotel puriartha Makale |
Pada pemutaran
film di Rantepao beberapa tokoh masyarakat memberikan komentar dan tanggapannya
mengenai peristiwa Bori 1917.
|
Ketua Panitia Zakarias dalam sambutannya
di Puruartha Makale |
Daniel Pongmasangka yang juga adalah cucu
Pongmasangka menyayangkan sikap BPS yang tidak koperatif dan selalu menghindar
bila diundang dalam diskusi atau seminar tentang motif pembunuhan sang
misionaris Antoni Aris Van De Loostercht.
|
Ketu Geppmator Frans Bore
memberikan sambutan di Puriartha Makale |
Menurutnya BPS selaku lembaga gereja
seharusnya bersikap terbuka dan mampu memerikan penjelasan kepada seluruh
jemaat tentang motif pembunuhan itu.
|
Ketua KNPI Tana Toraja dalam sambutannya di hotel puriartha Makale |
Adapula seorang penonton yang berasal dari
Pangngala mengatakan bahwa motif dari pembunuhan itu bukanlah karna para
pelakunya menolak Ziar atau Injil yang digaungkan oleh A. A Van de Loostercht,
namun pembunuhan itu dilakukan hanya karna semata mata pelaku melihat bahwa A. A Van de Loostercht adalah warga Negara
Balanda yang pada saat itu menjajah di Toraja. Tokoh adat yaitu Barumbun bahkan
mengatakan dalam sesi diskusi bahwa Masyarakat Toraja sangat keliru karna telah
mendewakan pahlawan kesiangan dan melupakan suadara sesuku sendiri yang telah
menjadi tawanan dan korban pembuangan Belanda.
|
Pemaparan Singkat Sutradara tentang film di puriarhta Makale |
Beliau juga mengatakan bahwa
seharusnya Masyarakat Toraja merasa malu ketika sejarah ini harus diungkap oleh
kalangan anak muda yang tergabung dalam Geppmator. Menurutnya Geppmator lebih
aktif melakukan penggalian sejarah dari
pada masyarakat Toraja sendiri yang selama ini merasa besar dan benar.
|
Asisiten III (Dice Kondorura) mewakili Bupati Tana Toraja
membuka acara di Makale |
|
Penonton yang sangat antusias di hotel Puriartha Makale |
Di Makassar dan
Makale pihak BPS yang telah diundang tidak pernah hadir dalam kegiatan
tersebut. Begitu pula di Rantepao, BPS tidak tampak hadir dalam pemutaran
terakhir film “darahku Merah Bukan Hitam”.
|
Penonton yang hadir di Puriartha Makale |
Ketua Geppmator Frans Bore dan ketua
panitia Zakarias sangat menyangkan ketidakhadiran BPS dalam kegaiatan ini. Menurut
mereka bahwa jauh hari sebelumnya panitia telah mengundang BPS untuk turut
hadir dalam pemutaran dan diskusi tentang film ini. Frans menambahkan bahwa
ketidakhadiran BPS di Makale menimbulkan pertanyaan disejumlah kalangan. Karna
tidak hadirnya BPS dalam pemutaran film sebelumnya maka sehari sebelum
pemutaran film di Rantepao (07 Des 2012) Frans dan Zakarias menemui BPS. Ketua
dan wakil ketua BPS tidak berada di tempat ketika itu maka Frans hanya bertemu
dengan sekum dan wasekum. Dalam pertemuuan itu Frans menyatakan kerinduannya
pada BPS untuk hadir dalam kegiatan tersebut.
|
Pendeta GT Jemaat Pangli
memimpin doa pempukaan di Art Centre
Rantepao |
Bahkan ditambahkannya bahwa
Geppmator tidak berniat untuk menyudutkan BPS dan tidak ingin BPS makin
terpojok akibat menghindari kegiatan ini. Menurut Frans bahwa dalam pertemuan itu
tidak ada satu kalimatpun yang dikeluarkan oleh sekum selain “saya
koordinasikan dulu dengan ketua”. Namun pada kenyataannya BPS tidak hadir dalam
kegiatan tersebut.
|
Beberapa Pejabat teras juga menghadiri
pemutaran film di Rantepao |
Dalam
pemutaran film yang terakhir di Rantepao Pdt. DR. A. Kabangnga., M.th selaku
moderator membacakan pokok pokok pikiran dalam diskusi tersebut diantaranya
adalah memberi kepercayaan bagi Geppmator untuk mengeluarkan rekomendasi kepada
Pemda dan BPS agar segera mempertemukan pihak pihak yang terkait untuk duduk
bersama mendiskusikan dan menyatukan persepsi tentang peristiwa Bori 1917.
|
Nampak pelajar dari berbagai SMU juga hadir
art centre Rantepao |
Ketua
Panita Zakarias mengatakan kegiatan ini tidak akan dapat terlaksana tanpa
dukungan dari berbagai pihak. Beliau mengucapkan terima kasih atas partisipasi
dan dukungan masyarakat Toraja dan juga pemda Tana Toraja dan Toraja Utara yang
sangat antusias dengan pemutaran dan bedah film ini.
|
Pong Barumbun melegitimasi kegiatan secara adat
atau Ma'parapa' |
Suksesnya
pemutaran film ini tidak lepas dari kebersamaan komunitas dunia maya seperti
Social Solata Network (SSN), Persatuan Perantau Toraja Seluruh Dunia (Pepata),
Persatuan Perantau Peduli Toraja (P3T), Lumbung Aspirasi Masyarakat Toraja
(Lumat).
|
Rana Dase membacakan Puisi
Art Centre Rantepao
"TORAJA DIPERSIMPANGAN JALAN" |
Berikut
adalah nama nama Nara Sumber dan Panelis dalam bedah film “Darahku Merah Bukan
Hitam” yang dilaksanakan di Makassar, Makale dan Rantepao :
- Prof. DR. Edwar L. Poelinggomang ., MA (Nara
Sumber)
- Prof.
Sampe Paembonan (Nara Sumber)
- Pdt.
DR. A. Kabangnga., M.th (Panelis)
- Y.
S Paliling., MM (panelis)
- Ir.
Saka Pamangin (panelis
- Rendi
S.kom (panelis)
- Belo
Tarran S.kom (sutradara)
- Yahanes Pakendek., S.pd (moderator)
|
Ketua Geppmator Frans Bore Sampe Padang
memberikan sambutan di Art Centre Rantepao |
|
Ma'parapak oleh Pong Barumbun sebelum pemutaran film di Art Centre Rantepao |
|
Martin Delsi Karoma mewakili ketua Panitia
memberikan sambuta di Art Centre Rantepao |
|
Imelda memandu penonton menyanyikan lagu
Indonesia Raya |
|
Salah satu penonton memberikan komentar tentang cerita film |
|
Penonton yang hadir menyaksikan Film dengan seksama |
|
Erson menjadi MC di pemutaran film yang terakhir
di Rantepao |
|
Wakil ketua Dinas Pendidikan mewakili Bupati
Toraja Utara membuka Acara |
|
Kehadiran penonton memacu kerja Panitia |
|
Tak Ketinggalan Pelajar ikut serta |
|
Belo Tarran memaparkan secara singkat tentang film sebelum pemutaran |
|
Para Nara Sumber dan Panelis serta Sutradara di Art centre Rantepao |
|
Pdt. DR. A. Kabanga sebagai moderator di Art Centre Rantepao |
|
Panelis di Art Centre Rantepao |
|
Prof. DR. Edward Poelinggomang sebagai Nara Sumber |
|
Peserta yang memberikan komentar tentang terbunuhnya A.A Van DE Loostherct |
|
Penonton tak berhenti memberikan tanggapan |
|
Pong Barumbun juga memberikan Komentar |
|
Seorang Penonton yang hadir lebih awal sangat antusias |
|
Oktoviandi Rantelino adalah satu Alumni STT INTIM juga memberikan komentar |
|
Daniel Pong Masangka menyangkan ketidakhadiran BPS |
|
Advokat Somba Tonapa., SH., MH juga hadir |
|
Sebagian Panitia Berpose bersama |
|
Melepas kelelahan setelah kegiatan |
layak diapresiasi.. salut!! semoga ada even sejenis di lain hari saat pulang kampung :D
BalasHapusthank,,,,,,,,,,
BalasHapus